Ayat Bacaan : Matius pasal 5 ayat 13 sampai 16 ;Markus pasal 4 ayat 21 sampai 22
Kerangka Khotbah :
Di dalam memberikan perumpamaan, Yesus biasanya menggunakan hal-hal yang sudah dipahami oleh orang-orang Yahudi, yaitu hal-hal yang biasanya menjadi tanggung jawab merea di dalam masyarakat atau hal-hal dalam kehidupan sehari-hari agar mereka dapat menangkap makna kebenaran firman Tuhan itu lebih jelas lagi. Pada waktu membaca Matius 5:13-16, pada umumnya kita melihat ada dua hal yang disinggung, yaitu garam dan terang, namun ada satu hal lain yang juga menjadi perhatian orang Yahudi, yaitu ayat 14 yang menyinggung tentang kota. Orang Yahudi mengetahui ketiga hal ini karena hal-hal itu menjadi tanggung jawab mereka di dalam masyarakat dan berkenaan dengan keseharian hidup mereka. Kali ini kita akan melihat dua hal saja yaitu, garam dan terang. Setiap rumah tanga, betapapun miskinnya pasti memerlukan garam dan terang. Garam dan terang adalah dua komoditi rumah tangga yang mutlak harus ada.
1. Menjadi Garam Dunia.
Siapa yang belum pernah melihat garam? Dapat dipastikan semua orang, besar kecil, tua muda, pernah menggunakan dan mengenal rasanya. Memang benda ini kelihatan sepele, tidak berharga, tetapi selalu ada dan dibutuhkan oleh setiap rumah tangga. Para ibu tentu tidak pernah melupakannya pada saat membuat masakan untuk keluarga.
Apa yang Yesus maksudkan ketika menyebut orang Kristen sebagai garam? Coba perhatikan kalimat-Nya, ” Kamu adalah garam dunia.” Kalimat ini adalah kalimat penegasan, bukan kalimat perintah. Perkataan Tuhan Yesus itu bukanlah suatu cita-cita atau himbauan bagi orang yang tidak percaya agar berfungsi sebagai garam dan terang, tetapi merupakan suatu penegasan bagi orang percaya bahwa keberadaan mereka adalah bernilai dan mempunyai fungsi yang penting bagi lingkungan mereka. Yesus tidak meminta orang percaya untuk berubah menjadi orang lain, tetapi menegaskan keberadaan mereka sebagai garam dunia.Keberadaan atau “natur” orang Kristen itu seharusnya adalah garam dan terang dunia
Garam itu baru ada artinya kalau ada rasa asinnya. Salah satu manfaat garam adalah merupakan bahan pengawet yang begitu penting pada jaman Yesus hidup dan juga pada jaman sekarang ini. Garam dapur yang diceritakan Yesus itu terdiri dari dua unsur kimia. Secara kimia kedua zat itu adalah yang beracun, yaitu ion Natrium dan ion Chlorida. Akan tetapi karana hikmat Allah dua hal yang beracun ini jika digabungkan menjadi sesuatu yang sangat berguna bagi manusia. Sifat racunnya hilang dan muncul sifat yang penuh manfaat. Sangat ajaib ! Persatuan yang dibentuk oleh Allah akan menjadi luar biasa gunaya, menjadi sesuatu yang berbeda sama sekali. Orang Kristen seringkali tidak dapat membuat perbedaan yang mendatangkan manfaat bagi orang banyak karena tidak dapat bersatu.
Bersatu tidak selalu mempunyai makna yang sama. Ada bersatu yang tidak pernah ribua, tidak pernah selisih pendapat, itu adalah bersatu di kubuaran.Ada bersatu yang tidak mengalami perubahan, itu adalah bersatu di hutan. Tumbuh-tumbuhan yang satu dengan yang lain memang hidup bersama, tetapi tidak bergerak bersama-sama. Kesatuan yang diinginkan Tuhan adalah kesatuan yang dinamis, kita bersatu dan mengalami perubahan ke arah yang lebih baik lagi secara bersama-sama dan sekaligus merubah lingkungan kita dengan memberikan rasa dan arti dalam kehidupan mereka. Maju bersama dan berubah bersama tetapi tetap bersatu. Ini yang sulit dan menjadi tantangan bagi kita semua dalam pelayanan. Jangan takut ada perbedaan pendapat di dalam pelayanan, yang perlu di takutkan adalah kalau kita tidak bisa bersatu di dalam perbedaan itu. Biarlah yang satu tetap Natrium dan yang lain tetap Chlorida, tetapi ketika kita bersatu, maka yang ada adalah garam yang memberi rasa enak !Kalau ada perbedaan jangan berdiri di bawah pohon pengetahuan yang baik dan jahat. Lihat orang lain salah, dan merasa diri sendiri paling benar, tetapi kita harus membawanya ke bawah pohon kehidupan agar dapat sama-sama hidup. Apakah cara kerjanya salah? Atau mungkin doktinnya salah ? Mungkin saja salah kita hanya 30 %, yang berarti salah dia 70 %, yang penting kita harus menghormati yang lain, supaya tetap bersatu, supaya dapat merangkul dia dan dapat merangkul saya sehingga saya dan dia dapat bersatu menjadi garam yang berguna.
Ilustrasi : Berbeda Namun Tetap Bersatu
George Whitefield adalah seorang penginjil terbesar sepanjang abad yang juga adalah teman dekat John Wesley, yang sama-sama berasal dari Gereja Anglikan dan juga pernah menjadi anggota Holy Club yang didirikan oleh John dan Charles Wesley. Dan terjadilah keretakan dan perpisahan untuk sementara. Pada suatu hari pengikut Whitefield bertanya,” Tuan Whitefield, apakah kita akan melihat Wesley di Sorga nanti? ” Whitefield menjawab, ” Aku khawatir akan hal itu, mungkin kita tidak akan melihat Beliau.” Tetapi sebelum pengikutnya sempat bersorak dan bersukacita mendengar jawaban itu, ia melanjutkan, “Sebab akan dekat sekali dengan pada takhta Allah, tetapi kita akan berada jauh sekali dari tempat itu, sehingga sulit bagi kita untuk melihat Wesley di sana.” Perbedaan pendapat memang ada, tetapi heran sekali, setelah perpisahan singkat itu, mereka kembali pada persahabatan yang sangat akrab dan manis, bahkan mereka kadang-kadang saling bertukar mimbar. Betapa besar kelapangan hati pelayan-pelayan Tuhan ini. Bahkan sebelum Whitefield meninggal dunia, dia meminta John memimpin upacara penguburannya.
Kalau kita sudah bersatu, kehadiran kita yang ibarat garam itu sungguh akan dirasakan oleh orang lain. Kalau orang Kristen masih terpecah-pecah, bagaimana kita bisa menjadi garam? Garam itu bekerja secara perlahan-lahan namun pasti. Garam itu akan membuat barang yang tawar menjadi ada rasanya, bisa membunuh kuman, dapat menjegah pembusukan, dan membuat steril. Suatu hal yang sangat ajaib sekali! Dan garam belum pernah berteriak-teriak ketika mereka bekerja! Pernahkah Anda mendengar garam berbicara menyombongkan diri, ketika makanan kita terasa begitu enak di mulut. Pernahkah Anda memuji garam, “Garam, aku berterimakasih atas kebaikanmu,” Yang ada ialah orang memuji mereka yang masak karena kebaikan garam,” Masakanmu enak sekali!” Coba kalau tidak pakai garam, apa jadinya? Tetapi garam tenang-tenang saja, tidak dipuji tidak apa, ia tetap rela berfungsi sebagaimana seharusnya.
Pengertian tentang garam ini adalah kebenaran yang seharusya menyadarkan orang-orang percaya untuk berfungsi dengan memberi rasa pada dunia yang tawar ini. Yesus berkata “Aku adalah Roti Hidup.” Yesus tidak berkhotbah dengan suara yang keras, berteriak-teriak, tetapi Ia membuat dirinya menjadi roti yang hidup, yang dapat dirasakan dan dinikmati oleh orang banyak. Yesus yang diurapi dengan Roh Kudus dan kuat kuasa. Dia berjalan berkeliling sambil berbuat dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai iblis, sebab Allah menyertai Dia. (Kisah Para Rasul pasal 10 ayat 38). Dia membuat kehadiran-Nya berguna bagi orang lain, supaya hidup yang tawar bisa mempunyai rasa.
Garam ada dimana-mana. Mungkin di rumah Anda tidak ada mobil mewah, tidak ada makanan enak, tetapi minimal ada garam. Garam di rumah juga tidak banyak. Kita tidak membeli garam sekaligus satu kilo, meski harganya murah. Walaupun jumlah garam itu sedikit, namun garam itu sangat dibutuhkan oleh keluarga dan setiap orang. Sebagai orang Kristen kita perlu mempelajari kebenaran ini, karena kita memiliki Kristus, memiliki firman Tuhan, biarlah kita menjadi orang yang selalu dibutuhkan oleh keluarga dan setiap orang. Karena kita telah lebih dahulu memiliki hidup Kristus, sedangkan orang-orang lain belum memiliki rasa dalam hidupnya, maka kitalah yang harus berfungsi memberi rasa bagi kehidupan mereka.
Untuk menjadi garam dunia diperlukan pengorbanan, karena garam pun mengorbankan dirinya. Garam harus meleleh, lebur dan tidak terlihat lagi wujudnya, yang tinggal hanya rasanya. Jika garam itu tetap mempertahankan bentuknya, apakah kita akan memakannya? Orang yang membuat nasi goreng misalnya, jika menemukan garam yang tidak bisa hancur, maka garam itu lagsung dibuangnya agar yang makan tidak tergigit bongkahan garam yang asin. Menjadi orang Kristen selalu ada pengorbananya bagaikan garam itu sendiri. Di satu sisi, mungkin hal itu berat bagi kita, misalnya karena kita harus membuang karakter kita yang lama, menanggalkan ego dan kepentingan diri sendiri. Di sisi yang lain , mungkin juga ada orang yang kurang senang terhadap kita karena kita berfungsi sebagai garam yang mendatangkan kebaikan bagi orang lain. Tetapi kita harus tetap mengingatnya, bahwa kita telah diminta oleh Yesus untuk menjadi garam dunia !.
Bagaimana dengan kehidupan Kristen kita? Seringkali kita tidak dapat menjadi garam yang membuat perbedaan. Hidup kita sama saja dengan orang-orang dunia. Hidup kita tidak menjadi berkat. Hidup kita tidak mengubah lingkungan di sekitar kita. Waktu belum menjadi orang Kristen, kita suka berjudi, setelah jadi orang Kristen berjudi masih jalan terus, malah jadi bandarnya. Tidak ada perubahan yang bisa membuat orang mengucap syukur kepada Allah !. Sebelum menjadi orang Kristen berdagang dengan cara yang tidak jujur, setelah menjadi orang Kristen, tidak berubah, malah tambah lihai. Sebelum menjadi orang Kristen suka marah-marah, setelah menjadi orang Kristen masih tetap cepat naik darah. Hal-hal seperti ini tidak memberi rasa yang berbeda bagi dunia. Kalau orang Kristen tidak berbeda dengan orang dunia, lalu untuk apa menjadi orang Kristen? Orang Kristen memang masih hidup di dunia, tetapi kita bukanlah orang duniawi, karena kita adalah warga Kerajaan Allah, garam dunia ini ! (Bersambung……)
keren, nunggu part 2..
Hallelujah puji Tuhan
sangat masuk akal
Amin
Amin.
salah satu tuntutan bagi org percaya sebenarnya adalah menjadi contoh baik dalam kata maupun dlm perbuatan, agar menjadi garam dan terang yang sesungguhnya